Mengenal lebih dekat Edenyce Krismartini Eduard.

Putri sulung pasangan Jusup Eduard Penu weo dan Margarice Ratu tersebut menuntaskan study S1 nya pada Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan waktu hanya 3,5 tahun atau 7 semester.
Bukan hanya cepat, tapi lebih dari itu Mahasiswi kelahiran kupang 22 tahun lalu itu menuntaskan studinya dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,86.Prestasi akademik yang mengantarnya menjadi wisudawan terbaik tahun 2017.
Lulus tujuh semester adalah tekad, bukan kebetulan demikian penuturannya. Ia memang sudah mematok target untuk lulus dengan cepat sejak awal. Meski pada kenyataannya perjalanan untuk mewujudkan obsesi tersebut tak selalu mulus. Kadang menemui hambatan berupa krikil-kerikil kecil, demikian yang disampaikannya kepada Team Six, tim sosial media UNJ Hockey.
Kerap Ia menemukan sisi jenuh dan keputusasaan dalam perburuan untuk meraih toga dengan waktu cepat. Misal yang terjadi saat semester 3, ketika nilai C pada matakuliah renang berimbas pada penurunan IPK. Faktor cedera pada lutut ikut mempengaruhi performa akademiknya pada semester tersebut. “Gue nanya langsung ke dosen renang perkara nilai, karena teman gue yang sama-sama ga bisa bahkan lebih parah dari gue nilai nya B” aku nya. Namun apa mau dikata, nilainya tidak bisa di rubah, ia mengeluh kepada ibu nya dan hanya di tanggapi “yaudah gapapa kan IPK nya masih di atas 3,5”. Semester berikutnya Ia membuktikan pada diri nya sendiri bahwa ia bisa lebih dari itu. Hasil nya semester 4 dan 5 nya dilaluinya dengan hasil sempurna ( IPK 4) berturut-turut.
Tantangan terbesar yang di rasakannya adalah saat di tundanya sidang skripsi. Jadwal sidang yang sedianya jatuh pada tanggal 30 Januari mengalami pengunduran, sementara penutupan sidang telah dipatok tanggal 31 Januari 2017. Pengunduran jadwal ke tanggal 1 Februari lebih disebabkan kelalaiannya menghubungi Dr Bambang Sujiono, salah satu dosen pembimbingnya.
Diakuinya bahwa hal yang paling menjenuhkan saat proses menuju sidang adalah harus menyiapkan perlengkapan sidang (ruangan, infocus, peralatan lainnya) dan sekaligus juga menghubungi dosen. Namun ketika itu tangis nya tak membuat sidangnya tepat waktu, sidang tetap di tunda. Perjuangan nya menembus hujan, menenteng tas berisi buku referensi menuju ruangan sidang skripsi seolah menguap. Namun apa yang membuat nya bisa tetap lanjut?,“gue inget ketika gue putus asa adalah alasan gue memilih jalan itu.” demikian tekadnya. Sekali melangkah maka pantang bagi nya untuk mundur.
Pada "Deadline" tenggat batas waktu, sidang skripsinya bukan digelar di tempat biasa. Ruangan yang ditakdirkan menjadi saksi bisu sidang adalah ruangan pak Bambang Sujiono, bukan tempat yang lazim digunakan. Rentetan pertanyaan dapat dilaluinya, diakuinya beberapa pertanyaan dijawab dengan ragu. Ia kemudian Dinyatakan lulus dengan syarat revisi, keputusan yang membuatnya belum dapat bernafas lega. “jangan senang dulu karena ngerjain revisi itu lebih pusing dari pada ngerjain skiripsi” demikian tuturnya.
Cerita dibalik momen Yudisium dan Wisuda
Seperti dua sisi mata uang, Edenyce mengalami bahagia dan kesedihan dalam waktu yang sama. Dia tidak mengikuti yudisium, sebuah prosesi pengumuman nilai kepada mahasiswa sebagai proses penilaian akhir dari seluruh mata kuliah yang telah di ambil mahasiswa dan penetapan nilai dalam transkrip akademik, penentuan lulus atau tidaknya mahasiswa dalam menempuh studi selama jangka waktu tertentu. Pasalnya karena harus pulang ke kupang, setelah mendengar berita duka bahwa oppa nya meninggal dunia.
Sedianya Ia memang telah merencanakan pulang setelah yudisium, untuk menemui keluarga dan menjenguk oppa yang sudah sakit-sakitan. Sekaligus mengabarkan berita bahagia kelulusan dan dalam dua minggu kedepan akan diwisuda. Tapi nasib berkehendak lain, rencana kumpul di Jakarta saat momen acara wisuda, kini jadi berbeda. Memang keluarga tetap berkumpul namun dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
Rencana selanjutnya ?, puteri sulung dari keluarga olahragawan ini memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya. Gelar master pendidikan adalah titik bidik berikutnya, Ayahnya pernah berpesan “jangan pulang dulu sebelum kamu beres kuliah S2”. Bukan hanya prestasi akademik yang menonjol dari seorang Edenyce, namun juga prestasi non akademiknya menarik untuk disimak.
Sejak Sekolah Dasar (SD) dia selalu menjadi juara kelas, namun sudut pandang ayah berbeda “meskipun kamu juara di kelas tapi itu gak akan membawa mu naik pesawat gratis, beda dengan jadi juara di olahraga, kamu bisa dapet baju gratis dan naik pesawat gratis”. Tantangan tersebut dijawabnya dengan mulai mengikuti latihan pencak silat dengan spesialisasi jurus tunggal sejak kelas 4 Sekolah Dasar. Kiprahnya pada cabang pencak silat membawanya ikut kejuaraan ORDINI (Olahraga Usia Dini) yang sekarang telah mengalami metamorfosa menjadi O2SN.
Pencak silat ditekuninya sampai SMP kelas 3, sebelum kemudian mengikuti jejak sang ayah di cabang olahraga Sepak Takraw yang membawanya masuk Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP). Perkataan sang Ayah menjadi kenyatakaan, Edenyce bisa naik pesawat gratis pada tahun 2005, terbang melintasi pulau menembus langit dari kupang sampai Jakarta.
Demikian seorang Edenyce sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan, Ia kemudian sejak tahun 2014 menekuni pula cabang olahraga Cricket. Sebuah cabang olahraga baru yang dipertandingkan pada arena PON. Cabang tersebut membawanya tampil bertanding di arena PON XIX Jawa Barat, hasilnya 2 medali emas berhasil Ia sumbangkan untuk kontingen DKI Jakarta. ( Tim 6 - Sosmed UNJ Hockey )