PH UNJ punya kontribusi signifikan terhadap tim nasional, adalah fakta empirik yang tidak dapat dipungkiri. Bulan Agustus tahun 2018 lalu, 5 pemain putera dan 5 pemain puteri, terpilih dalam squad tim nasional outdoor field hockey di ajang Asian Games ke XVIII. Bukan hanya atlet, mereka didampingi pula oleh 4 pelatih dan 1 fisioterapis. Komposisi "Man behind the gun" tersebut, juga berasal dari PH UNJ.
Memang pada even Asian Games lalu tidak ada keping medali yang disumbangkan. Namun performa militan yang diperagakan di arena pertandingan mengundang pujian tersendiri. Meski terhitung miskin pengalaman Internasional, mereka mampu mendemostrasikan semangat bertanding yang luar biasa. Bertarung dengan dengan tim - tim raksasa Asia berkelas dunia, tim nasional tidak harus berakhir pada posisi juru kunci pada klasemen akhir. Tahun sebelumnya, 7 pemain putera dan 5 pemain puteri, terpilih mendominasi squad tim nasional hockey ruangan pada ajang SEA Games ke 29 di Kuala Lumpur Malaysia tahun 2017. Dua medali perak yang berhasil diraih menjadi bukti tersendiri bahwa domain pembinaan yang dianut PH UNJ tidak salah. Mereka didampingi pula oleh 3 pelatih asal UNJ. Masih pada even yang sama, pada kategori Outdoor Field Hockey, walau kembali ke tanah air tanpa medali. Namun 3 orang pemain putera, 1 puteri dan 1 pelatih berkesempatan masuk dalam komposisi tim nasional.
|
Trend positif tersebut di atas, bermula pada Pada SEA Games ke 27 di Naypidyaw Myanmar tahun 2013. Saat itu PH UNJ, memberikan kontribusi positif dengan kuantitas 5 pemain puteri. Saat itu Indonesia memang hanya menyertakan tim puteri. Tidak hanya atlet, di Myanmar 2 pelatih asal UNJ juga terpilih sebagai "Tactician" menyertai tim.
Sejak menggulirkan reformasi internal dalam tubuh organisasi, terjadi akselerasi signifikan dari sisi prestasi. Dampak langsung dari atmosfir pembinaan yang semakin kondusif. Memang saat digulirkan pertama terjadi riak resistensi. Salah seorang Dosen pembimbing kegiatan bahkan memilih mengajukan surat pengunduran diri. Boleh jadi karena merasa tak nyaman dengan perubahan yang terjadi. Keputusan yang tidak berdampak sedikitpun terhadap perputaran roda pembinaan. Parameter obyektif sebuah proses pembinaan adalah prestasi. Bukan hanya pada ajang multi even seperti SEA Games dan Asian Games seperti tersebut di atas. Pada arena Single Event kejuaraan hockey ruangan Asia yang di gelar di Changhua Taiwan tahun 2014. 12 pemain putera mendapat kehormatan tampil mewakili Indonesia.
Saat itu Federasi Hockey Indonesia (FHI) mendapatkankan undangan dari Asia Hockey Federation,namun terkendala masalah keterbatasan anggaran.Solusi menyikapinya cukup cerdas,kepada para Pengurus Provinsi anggota FHI (Pengprov FHI) ditawarkan sebuah kemungkinan untuk berangkat mewakili Indonesia. Namun sampai pada batas waktu yang ditentukan, tidak ada satupun yang merespon positif tawaran tersebut. Pengprov FHI Jakarta dengan dukungan penuh KONI DKI Jakarta,kemudian memilih untuk mengambil opsi langka tersebut. Memanfaatkannya sebagai media uji coba, bagi tim pemusatan latihan daerah persiapan PON ke XIX. Catatan mengenai kontribusi bagi tim nasional, dapat ditarik lebih mundur jauh kebelakang. Pada era IKIP Jakarta, saat Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah SEA Games pada tahun 1997, 1 pemain puteri masuk dalam squad tim nasional. Demikian pula yang terjadi saat SEA Games di Singapura tahun 1993, saat 1 pemain putera dan 3 puteri menjadi bagian dari squad tim nasional.
Pada dekade tahun 1980-an, saat SEA Games digelar di Malaysia tahun 1989, IKIP Jakarta ikut andil dengan 1 pemain putera dalam komposis tim nasional. Begitu pula beberapa tahun sebelumnya, saat SEA Games digelar di Singapura tahun 1983, 1 orang pemain puteri masuk dalam komposisi tim nasional. Catatan dokumentasi tersebut di atas, memang terhenti sebatas penghujung dekade 1980-an. Untuk diketahui Indonesia baru mendapatkan kesempatan tampil perdana di arena SEA Games di tahun 1977, saat even tersebut digelar di Malaysia. Awalnya, pesta olahraga ini dinamai dengan SEAP Games (Southeast Asian Peninsular Games). Pada SEAP Games VIII tahun 1975, Federasi SEAP mempertimbangkan masuknya Indonesia dan Filipina. Kedua negara ini masuk secara resmi pada 1977, dan pada tahun yang sama Federasi SEAP berganti nama menjadi Southeast Asian Games Federation (SEAGF), dan ajang ini menjadi Pesta Olahraga Negara-Negara Asia Tenggara. Rekam jejak kontribusi atlet, terutama pada era Sekolah Tinggi Olahraga (STO) Jakarta. Pada rentang tahun antara 1960-1970, sejauh ini masih belum berhasil dilengkapi.Hanya sebatas cerita, bahwa si A ataupun si B adalah mantan pemain nasional di era tersebut. Semoga kedepannya proses penelusuran, akan semakin mendapatkan titik terang. Sehingga artikel ini akan semakin lengkap. |